Tuesday 25 November 2008

mozart

Sebagai seorang komponis istana Erzbischof Sigismund di Salzburg, Leopold juga bertugas memimpin orkestra istana. Jabatannya itu mengakibatkan rumahnya tidak pernah lengang. Hampir selalu terdengar musik. Di malam hari teman-teman Leopold datang dengan alat musik masing-masing, seperti, suling, cello, biola, dan lain-lain. Mereka bermain hingga larut malam. Jika di rumah penuh alunan musik, Wolfgang mendengarkan dengan khidmat, tangannya berayun-ayun mengikuti irama musik. Sang Ibu merasa senang melihat tingkah laku anaknya. Namun demikian, suami-istri Leopold tidak terlalu mempersoalkan apakah Wolfgang berbakat musik juga, mereka lebih banyak memperhatikan kesehatan Wolfgang, karena anak itu sering sakit.
Ketika Nannerl berusia 7 tahun, ayahnya mulai mengajarkan bermain piano. Wolfgang yang belum berusia 3 tahun itu memang selalu mendekat bila Nannerl sedang belajar. Setelah Nannerl selesai dengan pelajaran pianonya, Wolfgang selalu meniru lagu kakaknya. Melihat keinginan Wolfgang yang besar itu, sang ayah akhrinya memutuskan untuk memberi pelajaran piano juga kepadanya. Di samping bermain piano, Wolfgang juga gemar menggubah lagu sendiri. Meskipun masih kecil, komposisi gubahannya ternyata cukup sukar bagi orang dewasa sekalipun. Leopold dan kawan-kawannya kagum sekali menyaksikan bakat istimewa pada anak sekecil itu.
Untuk mengembangkan bakat Wolfgang, sang ayah memutuskan untuk mengadakan tournee, yaitu perjalanan ke luar negeri dengan mempertunjukkan permainan piano atau konser di pelbagai kota yang disinggahi, di istana raja-raja atau di puri para bangsawan.
Tujuan pertama mereka ke Munchen, di sana Wolfgang dan Nannerl mendapat sambutan yang sangat meriah, semua orang kagum pada pertunjukkan mereka. Para bangsawan tak hentinya memberikan pujian dan hadiah berharga dari perak atau kain renda yang mahal. Setelah Munchen, mereka berencana pergi ke Wina pada bulan September 1762. Leopold mengharapkan undangan dari Kaisar Franz dan Permaisuri Maria Theresia. Ketika tiba saatnya Wolfgang tampil dihadapan Kaisar dan Permaisuri, semua hadirin terpukau menyaksikan permainan Wolfgang. Karena terlalu lelah, Wolfgang jatuh sakit. Mereka pun memutuskan untuk pulang ke Salzburg.
Leopold berencana memperkenalkan Wolfgang kepada komponis-komponis besar agar pandangannya tentang musik semakin luas. Untuk itupun mereka berkeliling Eropa, mula-mula ke Jerman, Paris, London, dan Belanda.
Di kota Harlem yang terkenal karena perusahaan penerbit dan percetakannya, buku pelajaran bermain biola karangan Leopold Mozart diterjemahkan ke dalam Bahasa Belanda.
Saat berkunjung ke London, Wolfgang sempat bertemu dengan Johann Christian Bach, anak dari Johann Sebastian Bach, komponis yang terkenal pada zaman Barok. Christian Bach menganjurkan agar Wolfgang dipertemukan dengan Padre Martini, seorang tokoh besar musik di Italia yang juga merupakan guru dari Christian Bach.
Mereka pun memutuskan untuk pergi ke Italia. Ketika itu Italia terkenal akan musik dan nyanyiannya. Salah satu bentuk ciptaan yang berkembang pesat serta terkenal di seluruh Eropa adalah opera, sebuah sandiwara yang dinyanyikan dengan iringan orkes lengkap. Perjalanan musik ini ternyata penting sekali bagi perkembangan bakat musikal Wolfgang. Pada gubahan-gubahannya di kemudian hari, terlihat bahwa perkenalan Wolfgang pada masa remajanya dengan semua gaya musik di Eropa telah memungkinkan pengolahan dalam suatu gaya komposisi sendiri sehingga musik Mozart merupakan suatu puncak musik Eropa serta dianggap paling abadi dan universal.
Setelah Wolfgang beranjak dewasa, pada tahun 1777 Wolfgang mengadakan perjalanan ke Paris, namun hanya dengan ibunya karena ayahnya tidak mendapat cuti. Kedatangannya ke Paris kali ini tidak seperti dulu, mereka tidak terlalu mempedulikan dan terpesona pada komponis dewasa. Kemalangan Wolfgang ditambah dengan ibunya yang tiba-tiba jatuh sakit. Pertolongan dokter tidak dapat membantu, Maria Anna Mozart akhirnya meninggal hanya dihadiri putranya. Wolfgang dengan berat hati mengabarkan berita duka itu kepada ayah dan kakaknya di Salzburg. Ayah Wolfgang menyuruhnya untuk pulang, namun Wolfgang ingin menjadi seniman bebas, ia mencoba mencari nafkah sendiri di Paris dengan memberi pelajaran piano dan menerima pesanan mengarang lagu. Namun, kerinduan akan ketenangan dan kesempatan mencipta mengantarnya kembali ke bumi Salzburg.
Keinginan Wolfgang yang kuat untuk menjadi seniman bebas diwujudkannya dengan keluar dari anggota orkestra gereja. Dalam keseharian Wolfgang terus menggubah lagu-lagu, hanya dalam beberapa hari atau bahkan hanya dalam semalam ia mampu menciptakan suatu hasil karya.
Setahun tinggal di Wina, Wolfgang menikah dengan Constanze von Weber, seorang gadis yang dikenalnya ketika di Jerman. Constanze berasal dari keluarga yang sangat menggemari musik dan ia pun pandai menyanyi. Suami-istri ini memperjuangkan kebebasan jiwa dalam menggubah dan bermain musik. Soal uang dan materi tidak terlalu mereka pikirkan. Jika ia kebetulan memiliki uang, segera habis untuk menghibur teman-temannya atau dipinjamkan kepada kawan-kawan yang sedang mengalami kesukaran. Demikianlah kehidupan Mozart, kadang-kadang uangnya cukup untuk hidup layak, kadang kekurangan sekali.
Kehidupan Mozart kian hari kian sulit. Namun demikian, gubahan-gubahannya mengalir terus, tak henti-hentinya. Tahun-tahun terakhir kehidupan Mozart merupakan tahun-tahun yang teramat sukar baginya. Ia sering sakit, istrinya pun demikian. Karena Mozart dan Constanze tidak dapat menyimpan uang, ditambah dengan kesehatan mereka yang kurang baik, uang yang diperoleh Mozart cepat habis untuk membayar obat dan dokter. Kesehatan Mozart makin memburuk. Walaupun kini harus berbaring terus di tempat tidur, ia tak berhenti mencipta. Mejelang akhir hayatnya, Mozart sedang merangkai suatu komposisi Requiem, sebuah misa untuk seseorang yang meninggal, lagu yang dinyanyikan dalam upacara gereja Katolik. Ternyata yang meninggal adalah Mozart sendiri, sedangkan lagu itu tidak sempat diselesaikannya.
Mozart menutup mata pada tanggal 5 Desember 1791, meninggalkan seorang istri dan dua putra. Selama hidupnya yang singkat, 35 tahun, tiga puluh tahun diabdikannya kepada musik.
Ketika Mozart meninggal, Constanze sedang sakit, sehingga tidak dapat turut mengantarkan jenazah suaminya ke pemakaman. Beberapa kawan mengiringi jenazah Mozart ke gereja untuk upacara terakhir. Ketika mereka keluar dari gereja cuaca sangat buruk, angin kencang, dan hujan turun dengan lebat. Akhirnya, kawan-kawan tidak dapat meneruskan perjalanan mengantar ke peristirahatannya yang terakhir. Pemakaman diserahkan sepenuhnya kepada pegawai makam. Mereka mengebumikan Mozart dalam pemakaman umum untuk orang miskin. Saat Constanze yang berangsur sembuh dari sakitnya bermaksud mengunjungi makam almarhum suaminya, ternyata makam Mozart tidak dapat ditemukan kembali.
Makam Mozart akhirnya tidak diketahui di mana tempatnya. Sungguh menyedihkan, semasa kecil hingga remaja ia disanjung-sanjung. Saat dewasa ia sering ditipu orang, dan ketika meninggal, dilupakan orang. Namun, musiknya tetap berkumandang di mana-mana.